Minggu, 12 Juli 2009

WEST PAPUA UU OTSUS PAPUA

WEST PAPUA UU OTSUS PAPUA VERSI ABDUL RAHMAN WAHID



RANCANGAN


UNDANG—UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR :.... TAHUN 2001


tentang


OTONOMI KHUSUS BAGI PROPINSI PAPUA


DALAM BENTUK WILAYAH BERPEMERINTAHAN SENDIRI


 


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : TAHUN 2001 


TENTANG


OTONOMI KHUSUS BAGI PROPINSI PAPUA DALAM BENTUK WILAYAH BERPEMERINTAHAN SENDIRI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


 


Menimbang:



  1. bahwa cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  2. bahwa masyarakat Papua sebagai insan ciptaan Tuhan dan bagian dari umat manusia yang beradab, menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia, nilai-nilai agama, demokrasi, hukum, dan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat hukum adat serta memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar;
  3. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah melalui perubahan pertama dan perubahan kedua, mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang;
  4. bahwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1999 mengamanatkan bahwa "... integrasi bangsa dipertahankan di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah otonomi khusus yang diatur dengan undang-undang...", serta "...menyelesaikan kasus pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia di Irian Jaya melalui proses pengadilan yang jujur dan bermartabat ...";
  5. bahwa penduduk asli di Propinsi Papua yang sebelumnya disebut Irian Jaya adalah suku bangsa Papua, yang merupakan salah satu rumpun dari ras Melanesia, yang berbeda dari sebagian besar suku-suku bangsa di Indonesia, dan memiliki keragaman kebudayaan, adat istiadat, dan bahasanya sendiri, serta memiliki sejarah yang lain dan berbeda dengan sejarah propinsi-propinsi lain di Indonesia;
  6. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Tanah Papua selama ini belum menjawab seluruh aspirasi masyarakat, belum memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan seluruh rakyat, belum mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum menampakkan penghormatan terhadap Hak-Hak Asasi Manusia Papua;
  7. bahwa hasil pengelolaan kekayaan alam Tanah Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tajam antara Propinsi Papua dan daerah lain, serta pelanggaran terhadap hak-hak dasar penduduk Papua asli;
  8. bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Propinsi Papua dan daerah lain, dan meningkatkan taraf hidup rakyat Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli di Tanah Papua untuk berpemerintahan sendiri, diperlukan kebijakan khusus;
  9. bahwa pemberlakuan kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak dasar penduduk asli, Hak-hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, etika dan moral, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara;
  10. bahwa pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia dan hak-hak dasar penduduk asli TanahPapua telah melahirkan kesadaran baru untuk memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan Pemerintah terhadap hak-hak tersebut;
  11. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan alasan-alasan tersebut di atas, maka dipandang perlu memberikan Otonomi Khusus kepada Propinsi Papua dalam Bentuk Wilayah Berpemerintahan Sendiri yang ditetapkan dengan Undang-Undang.

Mengingat:



  1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 5 ayat 1, pasal 18, pasal 18a, pasal 18b, dan pasal 21 ayat 1;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: XV/MPR/1998, tentang Penyelengga-raan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional Yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia;
  4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN);
  5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

DENGAN PERSETUJUAN


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN


Menetapkan :


UNDANG-UNDANG TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROPINSI PAPUA DALAM BENTUK WILAYAH BERPEMERINTAHAN SENDIRI


BAB I


KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:



  1. Otonomi khusus adalah suatu status politik yang diakui dan diberikan kepada Propinsi Papua untuk mengatur dan melaksanakan sejumlah kewenangan yang hanya berlaku di Propinsi Papua;
  2. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri;
  3. Wilayah Berpemerintahan Sendiri, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu, selanjutnya disebut Propinsi Papua, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat;
  4. Pemerintah Propinsi Papua adalah Gubernur beserta perangkat pemerintah Propinsi Papua sebagai Badan Eksekutif;
  5. Gubernur Propinsi Papua, selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan yang bertanggung jawab penuh menyelenggarakan pemerintahan sendiri di Propinsi Papua dan sebagai wakil Pemerintah di Propinsi Papua;
  6. Parlemen Papua terdiri atas Majelis Rakyat Papua, selanjutnya disingkat MRP, yang keanggotaannya terdiri atas wakil-wakil adat wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan, serta Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkat DPRP, yang keanggotaannya terdiri atas wakil partai-partai politik;
  7. Bendera, Lambang dan Lagu adalah panji-panji kebesaran, keagungan dan keluhuran jatidiri orang Papua;
  8. Garis-Garis Besar Haluan Pembangunan Propinsi Papua, selanjutnya disingkat GBHPPP, adalah ketetapan-ketetapan mengenai arah, kebijakan, dan operasionalisasi pembangunan jangka panjang Propinsi Papua;
  9. Peraturan Daerah Dasar Propinsi Papua, selanjutnya disebut Peraturan Dasar, adalah Peraturan Daerah yang memuat hal-hal pokok mengenai perlindungan hak-hak dasar rakyat, panji-panji Propinsi Papua, tata cara pemilihan dan keanggotaan lembaga legislatif Propinsi dan tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Garis-garis Besar Haluan Pembangunan Propinsi Papua, serta pengaturan kewenangan Pemerintah yang tidak diatur dalam Undang-Undang ini;
  10. Peraturan Daerah Propinsi, selanjutnya disebut Peraturan Propinsi, adalah produk hukum pelaksanaan ketentuan Undang-Undang ini;
  11. Distrik, yang dahulu dikenal dengan Kecamatan, adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota;
  12. Kampung atau dapat disebut dengan nama lain adalah kesatuan wilayah otonom terkecil yang berada di bawah Kabupaten/Kota;
  13. Badan Musyawarah Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah sekumpulan orang yang membentuk satu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur di dalam kampung tersebut serta dipilih dan diakui oleh warga setempat untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Kampung;
  14. Hak-hak Asasi Manusia, selanjutnya disebut HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
  15. Adat adalah kebiasaan-kebiasaan yang diakui, dipatuhi, dan dilembagakan serta dipertahankan secara turun-temurun;
  16. Masyarakat Adat adalah sekelompok orang asli Papua yang hidup dan terikat dalam wilayah dan adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya;
  17. Hukum Adat adalah aturan atau norma yang disepakati bersama oleh masyarakat adat secara tidak tertulis yang wajib ditaati dan mempunyai sanksi;
  18. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dikuasai oleh masyarakat adat atas wilayah tertentu, termasuk hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta seluruh isinya;
  19. Orang Papua Asli adalah orang-orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia di Tanah Papua;
  20. Penduduk Propinsi Papua, selanjutnya disebut Penduduk, adalah semua orang yang terdaftar dan berdiam di Tanah Papua.

 


BAB II


NAMA, BENDERA, LAMBANG, LAGU, DAN WILAYAH


Pasal 2


Nama Propinsi yang sebelumnya disebut Propinsi Irian Jaya, menurut Undang-undang ini, selanjutnya disebut Propinsi Papua.


Pasal 3


Selain Bendera Merah Putih sebagai Bendera Nasional, Lagu Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan, dan Burung Garuda sebagai Lambang Negara, Propinsi Papua juga memiliki bendera, lambang dan lagu yang diatur dalam Peraturan Dasar.


Pasal 4


Wilayah hukum Propinsi Papua adalah sama dengan wilayah Propinsi Irian Jaya, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.


 


BAB III


PEMBAGIAN DAERAH


Pasal 5



  1. Propinsi Papua dibagi dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing bersifat otonom;
  2. Daerah Kabupaten dan Kota terdiri atas sejumlah distrik;
  3. Daerah Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain;
  4. Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan pengaturan pemerintahan Kabupaten dan Kota, termasuk pembagian kewenangan, ditetapkan dengan Peraturan Propinsi;
  5. Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan pengaturan Distrik dan Kampung atau yang disebut dengan nama lain, ditetapkan dengan Peraturan Propinsi;
  6. Di dalam Propinsi Papua dapat dibentuk kawasan khusus yang diatur dalam Peraturan Propinsi.

 


BAB IV


KEWENANGAN DAERAH


Pasal 6



  1. Kewenangan Propinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan eksternal, moneter, dan Peradilan Tingkat Kasasi;
  2. Kewenangan-kewenangan Pemerintah selain dari yang dimaksud dalam ayat (1) dapat diberlakukan di Propinsi Papua yang ditetapkan dengan Peraturan Dasar;
  3. Pemerintah Propinsi dapat menyelenggarakan kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, investasi, kebudayaan serta ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan pihak luar negeri, dan jika dipandang perlu dapat membuka kantor penghubung untuk maksud tersebut;
  4. Pemerintah mengatur penempatan satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Propinsi Papua setelah mendapat pertimbangan Parlemen Papua dan Pemerintah Propinsi;
  5. Pemerintah Propinsi Papua berhak menerima dan menguasai seluruh sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangannya termasuk pembiayaan, personil, peralatan, dan dokumen sejauh belum dikuasai pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku;
  6. Perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan kepentingan Propinsi Papua dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Parlemen Papua dan Pemerintah Propinsi.

BAB V


BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN


Bagian Kesatu


U m u m


Pasal 7



  1. Di Propinsi Papua dibentuk Parlemen Papua sebagai badan legislatif dan Pemerintah Propinsi sebagai badan eksekutif;
  2. Parlemen Papua terdiri atas MRP dan DPRP yang berkedudukan di ibukota Propinsi;
  3. Pemerintah Propinsi terdiri atas Gubernur beserta perangkat pemerintah Propinsi lainnya;
  4. Di Kabupaten dan Kota dibentuk DPR Kabupaten dan DPR Kota sebagai badan legislatif serta Pemerintah Kabupaten dan Kota sebagai badan eksekutif;
  5. Pemerintah Kabupaten dan Kota terdiri atas Bupati dan Walikota beserta perangkat pemerintah Kabupaten dan Kota lainnya;
  6. Di Kampung dibentuk Badan Musyawarah Kampung dan Pemerintah Kampung atau dapat disebut dengan nama lain.

Bagian Kedua


Badan Legislatif


Pasal 8


(1) Kekuasaan legislatif Propinsi Papua dilaksanakan oleh Parlemen Papua;


(2) Masa jabatan anggota MRP dan DPRP adalah 5 (lima) tahun;


(3) MRP dan DPRP memiliki fungsi dan tugas yang berbeda.


Pasal 9



  1. MRP beranggotakan orang-orang Papua asli yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP.
  2. Tata cara pemilihan dan penentuan jumlah anggota MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Dasar.

 


 


Pasal 10


(1) MRP mempunyai tugas dan wewenang:



  1. bersama-sama dengan DPRP memilih, mengangkat, dan memberhentikan Gubernur dan Wakil Gubernur;
  2. bersama-sama dengan DPRP membentuk dan menetapkan Peraturan Dasar dan GBHPPP;
  3. memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada DPRP, DPR Kabupaten, dan DPR Kota serta Gubernur, Bupati, dan Walikota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan terhadap hak-hak orang-orang Papua asli;
  4. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya;
  5. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah terhadap rencana perjanjian interna-sional yang menyangkut kepentingan Propinsi;
  6. mengawasi pelaksanaan kerjasama internasional di Propinsi;
  7. bersama-sama dengan DPRP memilih para utusan Propinsi Papua sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MRP.


Pasal 11


(1) MRP mempunyai hak:


a. bersama-sama dengan DPRP meminta pertanggungjawaban Gubernur;


b. meminta keterangan kepada Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota;


c. mengajukan pernyataan pendapat;


d. menolak Peraturan Propinsi atau kebijakan lain yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang Papua asli;


e. menentukan Anggaran Belanja MRP;


f. menetapkan Peraturan Tata Tertib MRP.


(2) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MRP, kecuali untuk butir a dilakukan melalui konsultasi dengan DPRP, serta untuk butir e ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi.


Pasal 12


(1) Setiap anggota MRP mempunyai hak:


a. mengajukan pertanyaan;


b. menyampaikan usul dan pendapat;


c. imunitas dan impunitas;


d. protokoler;


e. keuangan/administrasi;


(2) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MRP, kecuali untuk aspek keuangan yang ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi.


Pasal 13



  1. DPRP terdiri atas unsur partai politik lokal dan partai politik nasional yang dipilih melalui pemilihan yang umum, langsung, jujur, adil, bebas, dan rahasia;
  2. Tata cara pemilihan dan penentuan jumlah anggota DPRP ditetapkan dalam Peraturan Dasar;
  3. Tata cara pelaksanaan pemilihan umum di Propinsi Papua dan keikutsertaan partai politik nasional dan partai politik lokal ditetapkan dalam Peraturan Propinsi.

Pasal 14


DPRP mempunyai tugas dan wewenang:



  1. bersama-sama MRP memilih, mengangkat, dan memberhentikan Gubernur dan Wakil Gubernur;bersama-sama MRP membentuk dan menetapkan Peraturan Dasar dan GBHPPP;
  2. bersama-sama dengan Gubernur menetapkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi;
  3. mengawasi pelaksanaan Peraturan Dasar, Peraturan Propinsi, Keputusan Gubernur, dan kebijakan-kebijakan lain;
  4. mengawasi pemanfaatan Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi;
  5. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintahterhadap rencana perjanjian interna-sional yang menyangkut kepentingan Propinsi;
  6. mengawasi pelaksanaan kerjasama internasional di daerah;
  7. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat adat dan masyarakat pada umumnya;
  8. bersama-sama dengan MRP memilih para utusan Propinsi Papua sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRP.


Pasal 15


(1) DPRP mempunyai hak:


a. bersama-sama dengan MRP meminta pertanggungjawaban Gubernur;


b. meminta keterangan kepada Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota;


c. mengadakan penyelidikan;


d. mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Propinsi;


e. mengajukan pernyataan pendapat;


f. mengajukan Rancangan Peraturan Propinsi;


g. menentukan Anggaran Belanja DPRP;


h. menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRP.


(2) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRP, kecuali untuk butir a dilakukan melalui konsultasi dengan MRP, serta untuk butir e ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi.


Pasal 16


(1) Setiap anggota DPRP mempunyai hak:


a. mengajukan pertanyaan;


b. menyampaikan usul dan pendapat;


c. imunitas dan impunitas;


d. protokoler;


e. keuangan/administrasi;


(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRP, kecuali untuk aspek keuangan yang ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi.


Bagian Ketiga


Lembaga Eksekutif


Pasal 17



  1. Pemerintahan Propinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur,
  2. Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil Gubernur;
  3. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dasar.

Pasal 18


Yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah orang Papua asli dengan syarat-syarat:



  1. beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. berpendidikan sekurang-kurangnya Sarjana atau yang setara;
  3. berumur sekurang-kurangnya 30 tahun;
  4. sehat jasmani dan rohani;
  5. setia kepada negara dan berpihak kepada Rakyat Papua;
  6. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik;
  7. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik;
  8. tercatat sebagai penduduk Papua dan Warga Negara Indonesia.

Pasal 19


Gubernur mempunyai kewajiban:



  1. memegang teguh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
  2. menghormati kedaulatan rakyat;
  3. menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Propinsi Papua;
  4. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
  5. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
  6. mengajukan Rancangan Peraturan Propinsi dan menetapkannya sebagai Peraturan Propinsi bersama-sama dengan DPRP;
  7. menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, jujur, dan berwibawa, serta bertanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan dan pengawasan sesuai dengan GBHPPP.

Pasal 20


Wakil Gubernur mempunyai tugas:


a. membantu Gubernur dalam melaksanakan kewajibannya;


b. mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan instansi pemerintahan di Propinsi;


c. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.


 


 


Pasal 21



  1. Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya;
  2. Apabila Gubernur berhalangan tetap, jabatan Gubernur dijabat oleh Wakil Gubernur sampai habis masa jabatannya;
  3. Apabila Wakil Gubernur berhalangan tetap, jabatan Wakil Gubernur tidak diisi;
  4. Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur berhalangan tetap, maka Pimpinan DPRP menunjuk seorang pejabat pemerintah Propinsi yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas-tugas Gubernur dan Wakil Gubernur;
  5. Selama penunjukan tersebut pada ayat (3) belum dilakukan, Sekretaris Daerah atau yang disebut dengan nama lain menjalankan tugas Gubernur dan Wakil Gubernur untuk sementara waktu;
  6. Dalam keadaan seperti yang dimaksud dalam ayat (3), Parlemen Papua menyelenggarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan;

Pasal 22



  1. Dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan Propinsi, Gubernur bertanggungjawab kepada Parlemen Papua;
  2. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib yang disetujui oleh Parlemen;
  3. Sebagai Wakil Pemerintah, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden;
  4. Tata cara pertanggungjawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Presiden;
  5. Gubernur mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kewenangan pusat di Propinsi Papua sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
  6. Gubernur, bersama-sama dengan aparat Pemerintah yang ditempatkan di daerah atau aparat Propinsi, melaksanakan kewenangan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
  7. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Pemerintah.

BAB VI


PERANGKAT DAN KEPEGAWAIAN


Pasal 23



  1. Perangkat Propinsi Papua terdiri atas Sekretariat Propinsi, Dinas Propinsi, dan lembaga teknis lainnya, yang dibentuk sesuai kebutuhan Propinsi;
  2. Pengaturan tentang ketentuan ayat (1) diatur dalam Peraturan Propinsi;

Pasal 24


(1) Pemerintah Propinsi menetapkan kebijakan kepegawaian Propinsi;


(2) Pengaturan tentang ketentuan ayat (1) diatur dalam Peraturan Propinsi.


 


BAB VII


PARTAI POLITIK LOKAL DAN NASIONAL


Pasal 25



  1. Penduduk Propinsi Papua berhak membentuk Partai Politik Lokal;
  2. Partai Politik Lokal dan Partai Politik Nasional memiliki hak dan kewajiban yang sama, dan memperoleh perlakuan yang sama dari Pemerintah Propinsi;
  3. Tata cara pembentukan Partai Politik Lokal ditetapkan dalam Peraturan Dasar.
  4. Tata cara keikutsertaan Partai Politik Lokal dan Nasional dalam Pemilu di Propinsi Papua ditetapkan dalam Peraturan Dasar.

 


BAB VIII


PERATURAN DASAR, PERATURAN PROPINSI ,


DAN KEPUTUSAN GUBERNUR


Pasal 26



  1. Peraturan Dasar dibuat dan ditetapkan oleh Parlemen Papua;
  2. Peraturan Propinsi dibuat dan ditetapkan oleh Gubernur dan DPRP;
  3. Tata cara pembuatan Peraturan Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 27



  1. Untuk melaksanakan Peraturan Propinsi, Gubernur menetapkan Keputusan Gubernur;
  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum daerah dan Peraturan Propinsi.

Pasal 28



  1. Peraturan Propinsi dan/atau Keputusan Gubernur yang mengatur tentang kewenangan Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), apabila bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, dapat dibatalkan oleh Pemerintah;
  2. Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada Propinsi disertai alasan-alasannya.
  3. Bilamana Propinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (2), maka Propinsi dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Agung.
  4. Apabila gugatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) di atas dibenarkan oleh Mahkamah Agung, Peraturan Propinsi dan/atau Keputusan Gubernur tersebut tetap berlaku.
  5. Selama belum ada keputusan Mahkamah Agung, pelaksanaan Peraturan Daerah dan/atau Keputusan Gubernur dimaksud pada ayat (1) ditangguhkan.
  6. Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dimasukkannya gugatan tersebut ke Mahkamah Agung tidak diperoleh keputusan, maka Peraturan Propinsi dan/atau Keputusan Gubernur dimaksud pada ayat (1) diberlakukan kembali.

Pasal 29



  1. Peraturan Propinsi dan Keputusan Gubernur yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Propinsi Papua;
  2. Peraturan Propinsi dan Keputusan Gubernur mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Propinsi Papua;
  3. Peraturan Propinsi dan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dimasyarakatkan oleh Pemerintah Propinsi.

Pasal 30



  1. Dalam rangka pengawasan Peraturan Propinsi dan Keputusan Gubernur tentang penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Papua, dibentuk Badan Pengawas Produk Hukum Propinsi;
  2. Badan Pengawas dimaksud pada ayat (1) merupakan Badan Independen, yang terdiri atas praktisi dan ahli hukum;
  3. Badan ini mempunyai tugas dan wewenang melakukan pengawasan represif terhadap Peraturan Propinsi, dan Peraturan Kabupaten/Kota serta Keputusan Gubernur, dan Bupati/Walikota yang bersifat mengatur;
  4. Bentuk, susunan, keanggotaan, tugas, dan wewenang Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

 


BAB IX


K E U A N G A N


Pasal 31



  1. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Propinsi dan Parlemen Papua dibiayai oleh dan atas beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Propinsi;
  2. Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Propinsi dibiayai oleh dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 32


(1) Sumber-sumber penerimaan Propinsi Papua terdiri atas:


a. penerimaan asli Propinsi;


b. pinjaman Propinsi.


(2) Sumber penerimaan Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri


atas:


a. pajak dan bukan pajak yang obyeknya berada dalam Propinsi Papua;


b. retribusi;


c. hasil-hasil sumber daya alam dalam wilayah Propinsi;


d. bagian dari laba Perusahaan Milik Propinsi;


e. lain-lain penerimaan Propinsi yang sah.


Pasal 33



  1. Seluruh pajak dan bukan pajak yang obyeknya berada dalam Propinsi merupakan sumber penerimaan Propinsi yang disetor ke kas Daerah dan seluruhnya menjadi hak Pemerintah Propinsi;
  2. Dari jumlah pembayaran yang dimaksudkan dalam ayat (1), setinggi-tingginya 20 (dua puluh) persen disetor ke kas Pemerintah.

Pasal 34


(1) Wajib pajak di Propinsi Papua terdiri atas penduduk dan bukan penduduk;


(2) Pembebanan dan pembayaran pajak diatur dalam Peraturan Propinsi.


 


BAB X


PEREKONOMIAN


Pasal 35


Usaha-usaha perekonomian di Propinsi Papua, termasuk pemanfaatan sumberdaya alam, dilakukan untuk sebesar-besar kesejahteraan seluruh rakyat Papua dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dan pemerataan, melindungi hak-hak masyarakat adat, memberi kepastian hukum bagi pengusaha, serta pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.


Pasal 36



  1. Pengolahan lanjutan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 35 dilaksanakan sepenuhnya di Propinsi Papua;
  2. Pengaturan lebih lanjut mengenai ayat (1) diatur dalam Peraturan Propinsi.

Pasal 37



  1. Perizinan dan perjanjian kerjasama yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi dengan pihak lain tetap berlaku dan dihormati sepanjang tidak merugikan masyarakat dan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini;
  2. Pengaturan lebih lanjut mengenai ayat (1) diatur dalam Peraturan Propinsi.

 


Pasal 38



  1. Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat;
  2. Para penanam modal yang melakukan investasi di wilayah hukum Propinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat;
  3. Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Propinsi/ Kabupaten/Kota dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat;
  4. Pemberian kesempatan berusaha sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya;
  5. Pengaturan lebih lanjut tentang ayat (2), (3) dan (4) ditetapkan dalam Peraturan Propinsi.

 


BAB XI


PERLINDUNGAN HAK—HAK ADAT


Pasal 39



  1. Pemerintah Propinsi Papua wajib mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak adat orang Papua asli;
  2. Hak-hak adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup hak ulayat atas tanah, air atau laut pada batas-batas tertentu, serta hutan, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
  3. Masyarakat adat harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang melekat pada hak - hak adat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2);
  4. Pengaturan tentang perlindungan hak-hak adat dan ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 40



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban melindungi dan membina hak cipta masyarakat adat;
  2. Pengaturan dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

BAB XII


HAK-HAK ASASI MANUSIA


Pasal 41



  1. Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan penduduk Propinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak-hak Asasi Manusia di seluruh Propinsi sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa, Deklarasi Wina 1993 tentang Hak-hak Asasi Manusia, serta berbagai Konvensi Internasional yang berkaitan dengan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia;
  2. Untuk maksud tersebut pada ayat (1), dibentuk Komisi Hak-hak Asasi Manusia Propinsi Papua yang merupakan badan independen, berwenang untuk menyelidik, menyidik, dan mengajukan pelanggar HAM ke Badan Peradilan HAM Propinsi;
  3. Susunan, kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Komisi Hak-hak Asasi Manusia Propinsi Papua diatur melalui Peraturan Propinsi.

Pasal 42



  1. Korban, keluarga korban atau ahli waris korban pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia di Propinsi Papua sejak tanggal 1 Mei 1963 diberikan dana kompensasi atau bentuk lain oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi;
  2. Korban pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia berhak memperoleh rehabilitasi menurut peraturan perundangan yang berlaku;
  3. Besarnya dana kompensasi atau bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan Peradilan Hak-hak Asasi Manusia Propinsi dengan memperhatikan aturan-aturan adat.

Pasal 43



  1. Dalam rangka penyelesaian secara tuntas dan menyeluruh perbedaan pendapat mengenai sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia dibentuk Komisi Pelurusan Sejarah Papua;
  2. Pengaturan, pelaksanaan tugas, dan pembiayaan Komisi tersebut di atas diatur dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 44


Untuk menegakkan HAM kaum perempuan, Pemerintah Propinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki.


 


BAB XIII


KEKUASAAN PERADILAN, KEJAKSAAN,


DAN KEPOLISIAN


Pasal 45



  1. Peradilan di wilayah hukum Propinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan Negara dan Peradilan Adat;
  2. Badan Peradilan Negara meliputi Badan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Hak-Hak Asasi Manusia yang berkedudukan di Propinsi dan Kabupaten/Kota;
  3. Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kewenangan memeriksa dan mengadili perkara-perkara sebagaimana diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. Badan Peradilan Hak-Hak Asasi Manusia memiliki kewenangan memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran hak-hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Bab XIII Undang-Undang ini;
  5. Pembentukan, susunan, dan kedudukan, Badan Peradilan Negara diatur dengan Peraturan Propinsi;
  6. Sebelum terbentuk Badan Peradilan Hak-hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka kasus-kasus pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia diadili oleh Pengadilan yang berwenang;
  7. Peradilan Adat memiliki kewenangan memeriksa dan mengadili perkara dan atau sengketa menurut hukum adat dari pihak yang menjadi korban dan/atau dirugikan;
  8. Perkara atau sengketa yang telah mendapatkan putusan dari Peradilan Adat tidak dapat diajukan untuk diadili oleh Badan Peradilan Negara sepanjang tidak melanggar Hak-hak Asasi manusia.

Pasal 46



  1. Penuntutan terhadap tindak pidana di Propinsi Papua dijalankan oleh lembaga Kejaksaan;
  2. Pembentukan, susunan, kedudukan, tugas dan wewenang, dan ketentuan lain mengenai kejaksaan diatur dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 47



  1. Untuk menciptakan keamanan dan ketertiban, dibentuk Kepolisian Propinsi Papua;
  2. Kepolisian Propinsi Papua berada di bawah wewenang dan bertanggung jawab kepada Gubernur;
  3. Hubungan Kepolisian Propinsi Papua dengan Kepolisian Republik Indonesia bersifat koordinatif melalui Gubernur sebagai penanggungjawab keamanan Propinsi Papua;
  4. Pembentukan, susunan, kedudukan, tugas dan wewenang Kepolisian Propinsi diatur dengan Peraturan Propinsi.

 


BAB XIV


KEAGAMAAN


Pasal 48



  1. Setiap penduduk memiliki hak dan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing;
  2. Setiap penduduk berkewajiban menghormati nilai-nilai agama, memelihara kerukunan antar umat beragama, serta mencegah upaya memecah belah persatuan dan kesatuan dalam masyarakat di Propinsi Papua.

Pasal 49


Pemerintah Propinsi berkewajiban:



  1. menjamin kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
  2. menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama;
  3. mengakui otonomi lembaga keagamaan;
  4. memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.

 


BAB XV


PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


Pasal 50



  1. Pemerintah Propinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Propinsi Papua;
  2. Pemerintah menetapkan kebijakan umum tentang otonomi perguruan tinggi, kurikulum inti, dan standar mutu pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan sebagai pedoman pelaksanaan bagi Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pemerintah Propinsi;
  3. Setiap penduduk Propinsi Papua berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran yang bermutu seperti yang dimaksud dalam ayat (1) sampai di tingkat Sekolah Lanjutan dengan beban masyarakat serendah-rendahnya;
  4. Dalam mengembangkan pendidikan, Pemerintah Propinsi memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi syarat untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu di Tanah Papua;
  5. Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksudkan pada ayat (4) disertai dengan pembiayaan;
  6. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 51



  1. Pemerintah Propinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua;
  2. Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Propinsi memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Propinsi;
  3. Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disertai dengan pembiayaan;
  4. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) di atas ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 52



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jatidiri orang Papua;
  2. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa kedua di semua jenjang pendidikan;
  3. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.

BAB XVI


KESEHATAN DAN GIZI


Pasal 53



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban menetapkan standar mutu dan memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk;
  2. Pemerintah Propinsi berkewajiban untuk mencegah dan menanggulangi penyakit-penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk;
  3. Setiap penduduk Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dengan beban masyarakat serendah-rendahnya;
  4. Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Pemerintah Propinsi memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Propinsi;
  5. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 54



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban merencanakan dan melaksanakan program-program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk Papua;
  2. Dalam melaksanakan kewajibannya, Pemerintah Propinsi melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat dalam melaksanakan hal-hal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1);
  3. Pelibatan lembaga swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan pembiayaan;
  4. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai (3) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

 


BAB XVII


KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN


Pasal 55



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk di Propinsi Papua;
  2. Untuk mempercepat upaya pemberdayaan dan peningkatan partisipasi penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunan, maka Pemerintah Propinsi memberlakukan kebijakan afirmatif selama kurun waktu tertentu;
  3. Penempatan penduduk di Propinsi Papua dalam rangka transmigrasi nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditiadakan;
  4. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

Pasal 56



  1. Setiap orang mempunyai hak yang sama berdasarkan pilihan secara sukarela atas pekerjaan yang layak;
  2. Orang Papua asli berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan berdasarkan pendidikan dan keahliannya;
  3. Hal-hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, diatur dalam Peraturan Propinsi.

 


BAB XVIII


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN LINGKUNGAN HIDUP


Pasal 57


Pembangunan di Propinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang.


Pasal 58



  1. Pemerintah Propinsi berkewajiban mengelola dan memanfaatkan lingkungan hidup untuk sebesar-besarnya kesejahteraan penduduk, mengakui hak milik dan hak adat setempat, serta menjamin kelestarian lingkungan hidup;
  2. Untuk melindungi keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis terpenting, Pemerintah Propinsi berkewajiban mengelola kawasan-kawasan lindung;
  3. Pemerintah Propinsi wajib melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi syarat dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup;
  4. Pemerintah Propinsi dapat membentuk badan independen untuk penyelesaian sengketa lingkungan;
  5. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.

 


BAB XIX


S O S I A L


Pasal 59


(1) Pemerintah Propinsi wajib memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak


kepada:


a. anak-anak yatim piatu,


b. orang lanjut usia yang memerlukan,


c. kaum cacat fisik dan mental,


d. korban bencana alam;


(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Propinsi memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga swadaya masyarakat;


(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Propinsi;


Pasal 60


Pemerintah Propinsi memberikan perhatian khusus bagi pengembangan suku-suku yang


terisolasi, terpencil, dan terabaikan di Propinsi Papua;


 


BAB XX


P E N G A W A S A N


Pasal 61



  1. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, transparan, dan bertanggungjawab, maka dilakukan pengawasan hukum, pengawasan politik, dan pengawasan sosial;
  2. Pengaturan lebih lanjut mengenai ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Dasar.

 


BAB XXI


KERJASAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN


Pasal 62


Propinsi Papua dapat mengadakan perjanjian kerja sama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya dengan propinsi lain di Indonesia sesuai kebutuhan.


Pasal 63



  1. Perselisihan antarpropinsi diselesaikan oleh Pemerintah secara musyawarah;
  2. Apabila dalam penyelesaian perselisihan antarpropinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan Pemerintah, pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian ke Mahkamah Agung;
  3. Perselisihan antarKabupaten/Kota diselesaikan oleh Pemerintah Propinsi secara musyawarah;
  4. Apabila dalam penyelesaian perselisihan antarKabupaten/Kota, sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan Pemerintah Propinsi, pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian ke Badan Peradilan Propinsi;
  5. Perselisihan antarKabupaten/Kota dengan Pemerintah Propinsi, apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, dapat diajukan ke Badan Peradilan Propinsi.

BAB XXII


KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 64


Gubernur Propinsi, Wakil Gubernur Propinsi, DPRD Propinsi, Bupati, Wakil Bupati, DPRD Kabupaten, Walikota, Wakil Walikota, dan DPRD Kota di Wilayah Propinsi Papua yang telah diangkat sebelum Undang-undang ini disahkan, tetap menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya.


Pasal 65



  1. DPRD Propinsi untuk pertama kalinya menetapkan syarat-syarat dan tatacara pemilihan anggota MRP;
  2. MRP mulai melaksanakan tugasnya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah diundangkannya Undang-undang ini;
  3. Parlemen Papua selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan setelah Undang-undang ini mulai berlaku menetapkan Peraturan Dasar;

Pasal 66


Selama masa peralihan, kewenangan-kewenangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah tetap berlaku sampai dengan ditetapkan Peraturan Dasar yang memuat Daftar Kewenangan Definitif yang diakui sebagai kewenangan Pemerintah sesuai dengan pasal 6 ayat (2).


Pasal 67


Selama belum ditetapkan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang ini, seluruh peraturan


perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Propinsi sebelumnya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.


Pasal 68


Peraturan Propinsi sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus ini


ditetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkan.


Pasal 69


Apabila hasil pelurusan sejarah sebagaimana yang dimaksud pada pasal 43 Undang-undang ini terbukti menunjukkan bahwa proses integrasi Papua ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia di waktu lalu tidak sesuai dengan hukum internasional mengenai hak penentuan nasib sendiri suatu bangsa, maka Pemerintah dan rakyat Papua melalui Parlemen Papua akan mengambil langkah-langkah penyelesaian.


 


BAB XXIII


KETENTUAN PENUTUP


Pasal 70


Propinsi Papua merupakan satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dimekarkan menjadi propinsi-propinsi baru.


Pasal 71


Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang ini hanya mengatur hal-hal yang menjadi wewenang Pemerintah dan dalam penyusunannya dikonsultasikan dengan Pemerintah Propinsi.


Pasal 72


Sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, ketentuan lebih lanjut untuk


melaksanakannya ditetapkan dengan Peraturan Propinsi.


Pasal 73


Ketentuan perundang-undangan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku di Propinsi Papua.


Pasal 74



  1. Perubahan terhadap Undang-undang ini hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rakyat Papua melalui referendum yang hasilnya disahkan oleh Parlemen Papua.
  2. Apabila terjadi perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 yang berdampak secara mendasar pada pemberlakuan Undang-undang ini, maka atas prakarsa Parlemen Papua dapat diselenggarakan referendum di Propinsi Papua untuk menentukan sikap politik rakyat Papua.
  3. Pengaturan tentang tatacara pelaksanaan referendum diatur dalam Peraturan Dasar;

Pasal 75


Setelah 5 tahun Undang-undang ini diundangkan dan ternyata tidak dapat dilaksanakan


secara efektif, maka rakyat Papua melalui Parlemen Papua meminta kepada MPR RI agar bersidang guna menetapkan referendum untuk menentukan sikap politik rakyat Papua;


Pasal 76


Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 


 


 


Disahkan di Jakarta


Pada tanggal, 2001


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


 


ABDURRAHMAN WAHID


 


Diundangkan di Jakarta


Pada tanggal, 2001




ONLY ONE IN MY ISLAND



 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEST PAPUANS FREEDOM TOOLS

DR.MARTHEN LUTHER KING JR. (RACISM HERO) NELSON MANDELA FROM SOUTH AFRICA (APHARTHEID POLITICAL) KOFIANNAN BOB MARLEY MICHAEL JACKSON LUCKY DUBE DR.BENNY GIAY SOCRATES YOMAN BENNY WENDA MIS CONDO LESSA RICE DR.ARNOL AP THEYS HIYO ELUAY OBAMA THE PRESIDENT OF USA BLACK PEOPLE HERO SAYING TO THE REPOBLICK OF INDONESIA MUST BE ENDING RACISM AND GENOCIDE IN WEST PAPUA http://www.flixster.com/user/takaijibu